Label

Rabu, 10 Juni 2009

Timot Kesambet dari Bangka Belitung


Oleh: Phie2t

Timot kesambet judul teater tradisional yang dipentaskan oleh Perkumpulan Seni Melayu Warisan Budaya (PSMWB), Propinsi Bangka Belitung pada hari 3 Pekan Apresiasi Teater III tepatnya hari Selasa tanggal 22 Januari 2008 lalu. Timot merupakan nama seorang anak raja yang ‘kesambet’ (dalam bahasa bangka, disebut dengan ‘terumpak’). Penggarapan teater ini merupakan ide sutradara RDO. DR. Ibnu Hajar, Emha yang merupakan pemerhati kesenian tradisional yang berdimisili di Bangka Belitung.
‘Timot Kesambet’ berangkat dari esensi teater tutur Abdul Muluk. Namun pada penampilannya mengadaptasi beberapa cerita-cerita baru. Pada PAT III kali ini, cerita yang diusung masih seputar masalah sosial masyarakat. Timot seorang anak seorang raja yang berkuasa di tanah Melayu. Sebagai seorang gadis yang beranjak dewasa, seharusnya Timot berkelakuan seperti gadis-gadis kebanyakan, namun tidak pada kenyataannya. Anak raja ini memiliki keterbelakangan mental alias sakit jiwa. Kelakuannya melebihi batas wajar tingkah laku dan pola pikir orang yang normal. Suatu hari raja yang cemas ingin menyembuhkan putrinya dari segala derita hidup. Salah satu cara yang cara yang ditempuh oleh pihak kerajaan adalah mencari orang yang mampu menyembuhkan penyakit yang diderita oleh Timot, walaupun pada akhirnya Timot tak kunjung sembuh. Seluruh keluarga kerajaan bertambah sibuk, kacau dan sedih.
Pada ending, pertunjukan yang berdurasi lebih kurang 45 menit ini terasa menggantung. Di saat penonton masih menganggap pertunjukan masih akan berlangsung lama, pertunjukan dipatahkan oleh resolusi cerita yang kurang jelas. Menurut penuturan Arsalim, sang penata artistik yang juga pemeran tokoh Raja, cerita memang dibuat menggantung tanpa akhir yang jelas. Sutradara menginginkan bentuk yang seperti ini agar seluruh penonton bisa menginterpretasikan dengan beragam ending. Namun begitu, tetap saja penonton tidak nyaman dengan akhir ceritanya
Seperti ciri khas teater tradisional lainnya, teater Abdul Muluk yang berjudul ‘Timot Kesambet’ ini dibawakan dengan gaya lawakan agar suasana yang dibangun tidak terasa monoton, seperti karakter pesuruh raja, menteri kerajaan yang kocak dan lain sebagainya. Berbagai pemain pendukung juga difungsikan sebagai pemusik dan penari. Hal ini dilakukan oleh sutradara sebagai sebuah konsepsi panggung teater tradisional yang memang menyatu, dalam arti kata seluruh element pendukung pertunjukan merupakan suatu kesatuan yang utuh di atas panggung. Sebuah cerita yang sederhana namun sarat makna.
Sebuah kemasan seni pertunjukan tradisional berfungsi sebagai media edukatif bagi penikmatnya. Salah satunya adalah memberikan gambaran jelas sebuah fenomena yang dialami sebuah keluarga. Persoalan yang datang tidak pernah memilih-milih kondisi seseorang dan strata seseorang. Jika permasalahan datang, kita sebagai umat manusia hanya bisa berusaha, yang akan menentukannya adalah Allah SWT. Sehingga semua orang bisa belajar dari pengalaman cerita dalam pementasan tersebut.
Pertunjukan dari PSMWB Bangka Belitung ini melibatkan 13 orang personil yang pada keseharian mereka ada yang profesi sebagai pengamat kesenian, guru, pelajar dan wiraswata. Kelompok kesenian yang memang memfokuskan aktivitas keseniannya di bidang kesenian tradisional lebih dari 40 tahun lalu ini dapat hadir di PAT III sebagai perwakilan dari Kegubernuran Bangka Belitung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar