Label

Minggu, 07 Juni 2009

ALAM SISIPUS ala KOMUNITAS LORONG


Oleh: Phie2t

Alam menjadi bagian kehidupan bagi makhluk yang ada disekitarnya, ia akan menjadi tetap asri dan indah apabila ia terus dijaga dan dirawat sebagai mana mestinya, dan ia akan punah apabila ia dirusak. Hal demikian menjadi kepedulian kita bersama. Melihat fenomena alam hari ini, sudah sangat memprihatinkan. Begitu banyak bencana yang menghadang, diantaranya pemanasan global (Global warming), menipisnya lapisan ozon, lumpur lapindo dan illegal loging. Kesemua permasalahan ini telah menjadi pembicaraan di tingkat Internasional. Ditambah lagi dengan bencana alam seperti hujan yang menyebabkan banjir di kota-kota, tanah longsor, gempa, tsunami yang susah diprediksi dan lain sebaginya, yang sampai hari ini masih terus dapat kita rasakan.
Melihat dan memperhatikan gejala yang ada, sebuah kelompok teater yang bernama Lorong mencoba memvisualkan kegelisahan mereka terhadap bencana ini dengan melakukan penggarapan karya Instalasi dan Performance Art yang berjudul ‘Alam Sisipus’ . Instalasi dan performing art yang dilakukan sebagai Exibition Art pada pembukaan Pekan Apresiasi Teater (PAT) III yang lalu (Minggu, 20 Januari 2008) menghadirkan simbol-simbol dengan pengeksplorasi gerak tubuh yang menjadi kekuatan pada pertunjukan. Ada yang menyerupai api, air, tanah, lumpur, tumbuhan hijau dan angin
‘Alam Sisipus’ merupakan ide Husin, salah seorang personil Lorong. Garapan ini mencoba menawarkan konsep out door, sebagai ide dasar instalasi tidak lagi dimainkan dalam “ruang” seni semata, melainkan pada wilayah yang meluas hingga tidak lagi menjadikan ruang sebagai batas. Bahkan ruang adalah “subjek” yang ikut berperan di dalamnya. Ia bisa di galeri, museum, ruang publik (pasar, mal, jalan), sampai pada ruang kebutuhan masyarakat (demonstrasi buruh, politik, festival-festival, kehidupan sehari-hari, dan lain-lain). Bahkan garapan yang dimainkan oleh Hasan, Husin, Adri, Deri, Roni, Fendi dan Bojes ini menjadi sebuah surprise bagi penonton pada waktu itu.
Lorong lahir dari aktivitas beberapa anak muda yang mengekspresikan gejolak jiwa mereka dengan aktivitas kesenian jalanan, seperti happening art dan accoustic jalanan pada Oktober 2004. kegiatan ini dilakukan sebagai bukti kepedulian mereka sebagai generasi muda terhadap masalah kesenjangan sosial yang tak pernah usai. Sekitar tahun 2007 lalu, Lorong mulai menggarap Performance Art dan memilihnya sebagai media penyadaran dan propaganda terhadap masyarakat banyak, dengan alasan lebih bersifat terbuka dalam memperluas wilayah komunikasi. Lorong memang tergolong baru dalam dunia kesenian. Dengan motto ‘jelajah ruang dan waktu’ seakan komunitas tak pernah lelah berkreativitas. Dari tahun 2004 hingga sekarang, karya lorong memang belum ada apanya. Namun setidaknya mereka turut memikirkan dan bertindak untuk menyikapi permasalahan sosial hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar