Label

Kamis, 18 Juli 2013

Insan-insan Malang Tidak Hanya Sekedar Konflik Keluarga (Catatan Pementasan Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Teater dan Film, Sekolah Tinggi Seni Riau)



 Oleh: Uchien
“Insan-insan Malang” Karya Bambang Soelarto, kembali dipentaskan dalam rangka Ujian Tugas Akhir Mahasiswa jurusan Seni Teater dan Film, program Diploma Tiga Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR). Pementasan ini diselenggarakan di Gedung Olah Seni, Taman Budaya Pekanbaru, Minggu 17 Februari, 20.00 WIB. Bertindak selaku sutradara atau yang teruji Rohasimah.
Insan-insan Malang, syarat dengan persolan social-politik pada masa kelahiran naskah lakon karya Bambang Soelarto ini. Pada tahun 60-an Indonesia mengalami perpecahan di dalam tubuh pemerintahan. Saling intrik antar organisasi dan partai semakin menjadi-jadi. Saling intrik ini disebabkan oleh dua ideologi yang berlawanan, Kapitalis-Imperealis versus Sosialis-Komunis. Pada naskah Insan-insan Malang ini mencoba mewakili pertentangan pandangan ini terhadap tokoh Pelamar Satu (Sulaiman) dan Pelamar Dua (Riki).
Adegan awal, munculnya tokoh Bapak (Syarif) yang mengamati photo anaknya di atas lemari, Bapak menunjukkan betapa sayangnya dia terhadap anak semata wayang, bernama Wati yang akan dilamar oleh dua orang pemuda. Tak lama berselang terdengar ketukan pintu, tak lain dan tak bukan yang datang adalah seorang pemuda. Bapak menyambutnya dengan sangat ramah, dengan sedikit salah tingkah Pemuda Satu memperkenalkan dirinya. Pemuda Satu, seorang sarjana ekonomi jebolan perguruan tinggi Amerika. Punya kedudukan tinggi sebagai direktur sebuah perusahaan industry obat-obatan. Punya rumah gedung tingkat dua, punya dua mobil sedan. Dari status Pemuda Satu ini menandakan, dia adalah seorang pemuda yang kaya raya. Hal inilah yang menyebabkan Pemuda Satu dihujat oleh Pemuda Dua, sebagai borjuis tengik anti revolusi, dia juga dituduh sebagai komprador nekolim.              
Setelah memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud hati untuk melamar Wati, Pemuda Satu mohon diri untuk pergi. Sebelum pergi Bapak mengingatkan bahwa masih ada satu orang pemuda lagi yang datang untuk melamar. Bapak menegaskan bahwa Pemuda Satu baru berstatus sebagai calon menantu. Setelah Pelamar Satu pergi, Bapak memperlihatkan ketidaksenangannya, dia menilai Pemuda Satu, laki-laki yang sombong, telah membanggakan harta kekayaannya. Kemarahan Bapak disambut dengan kehadiran Pemuda Dua.
Pemuda Dua, seorang pegawai tinggi, asisten ahli dalam bidang social-politik cabinet. Pernah belajar ilmu politik di Universitas Negara Sosialis. Sangat tidak suka dengan Pemuda Satu yang menghinanya sebagai badut politik yang terus menurus mengibuli rakyat. Kerjanya cuma main komisi, makan suap, manipulasi, korupsi. Bikin inflasi, memproduksi slogan-slogan basi. Pemuda Dua datang menghadapi Bapak juga ingin maksud hatinya untuk melamar wati, namun Bapak juga dibikin kesal olehnya, dengan maksud mencampurkan urusan keluarga dengan politik.
Melihat dari kedua pelamar Wati, penulis naskah tidaklah melihat persolan sederhana, dari permaslahan keluarga, namun dapat dilihat persoalan besar dibalik itu semua. Persoalan politik dapat dilihat dari pertentangan idelogi besar yang diwakili oleh tokoh Pemuda Satu dengan Pemuda Dua yang memperebutkan Wati. Wati barangkali bisa dianalogikan sebagai bangsa Indonesia yang pada saat itu ingin menemukan identitas. Tapi kemudian Bapak tidak mau melepaskan anaknya begitu saja, sampai pada akhirnya Wati memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Bapak merasa terpukul sekali dan mersa bersalah, ditambah dengan surat yang ditulis Wati dibacakan oleh Pemuda (Ridwan) keluarga dekat Bapak. “…kukatakan dengan terus terang, bahwa tidak satupun dari mereka yang menjadi pilihan hatiku, Bapak setuju. Aku mohon memilih jodoh sendiri, bapak menolak. Sejak itu timbul perasaan aneh dalam diriku, aku merasa berhadapan dengan hantu jahat. Bapak hendak menguasai hidupku, aku jadi benci kepadanya. Aku dikurung dalam kamar dan Bapak menghiburku dengan belaian sayang, tidak sebagai anak kandung sendiri, tetapi sebagai wanita, aku benci Mas. Aku tidak tahan Mas. Selamatkanlah aku dari hantu jahat ini Mas. Jika tidak, aku akan menyelamtkan diriku, dengan caraku sendiri, jika tak bisa bertahan lagi menghadapi si hantu…”. Belum selesai surat dibaca, Bapak merampasnya dari tangan Pemuda. Emosi bapak bercampur aduk, dari rasa sedih, karena mersa bersalah terhadap pelakuannya dan marah, karna Bapak tahu, bahwa ternyata Wati menyukai Pemuda. Bapak kalut, dan masuk ke kamar. Di dalam kamar tercium bau kain terbakar, wajah Bapak terbakar, lalu ia terus mengoceh tentang perbuatannya menuju pintu dan keluar.  
Dilihat dari keseluran element pementasan. Naskah lakon realis ini, digarap dengan konsep presentasi. Dari latar tempat dan waktu sett panggung, rias dan kostum dibangun sesuai  dengan kelahiran naskah. Namun, hal itu tidak terlihat secara keseluruhan hadir di atas panggung. Sutradara tidak detail, panggung yang sangat lebar dibiarkan kosong, banyak ruang mestinya masih bisa diisi dengan beberapa perabotan. Kemudian yang dibiarkan oleh sutradara adalah kesamaan warna dasar permainan, sehingga pementasan terlihat datar. Padahal actor menjadi yang utama dalam pementasan.
Terlihat juga, bahwa actor tidak begitu total untuk mengenali tokoh, dangkal interpretasi, sehingga tubuh actor menjadi sangat mekanis. Actor hanya bermain secara fisik dan tampak luarnya saja dan usaha untuk bermain inner menjadi ngambang dengan tidak menjaga intensitas bermain. Mestinya actor bermain menjadi milik si karakter, tidak hanya sekedar mewakili si karakter. Sebaiknya actor juga mengutamakan indentifikasi antara jiwa si actor dengan jiwa si karakter, sambil membiri kesempatan kepada tingkah laku untuk berkembang (Eka D. Sitorus: 2003).   
Seperti juga yang pernah disampaikan oleh Stanislavsky “actor menjadi penting dalam sebuah proses produksi. Actor adalah pemegang kendali tercapainya pesan yang ingin disampaikan oleh penulis naskah melalui konsep yang diciptakan oleh sutradara”.   

Husin, Tenaga Pengajar di Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR) dan Praktisi Teater

2 komentar:

  1. bos ada Email jurusan teater gak atau alamat lain yang bsa kmi hubngi, kami dari Isi padangpanjang/panitia PTKSI 2015.

    BalasHapus
  2. ini alamat email kami (ptksi2015@gmail.com)

    BalasHapus