Label

Rabu, 30 Desember 2015

Kecacatan 'Ruang Dengar' RRCI Setelah Usai


Oleh: Uchien
Sampai saat inipun saya masih terus bersyukur, akhirnya saya bisa juga menyaksikan performance alunan music yang dimainkan oleh kawan-kawan Riau Rhythm Cambers Indonesia (RRCI). Setelah sekian kali RRCI membentangkan karyanya pada ruang-ruang apresiasi yang tersedia di kota Pekanbaru. Rasa syukur yang saya paparkan ini, karena saya tidak lagi menghantamkan kepala saya ditembok rumah, hingga pecah dan segala isinya berserakan. Namun, rasa penyesalan itu tidak berlangsung lama. Tentunya saya harus secepatnya mengobati dan mengumpulkan kembali isi kepala yang telah terlanjur berserakan. Setelah saya merangkai isi kepala dengan lengkap dan benar, kemudian sudah bisa berpikir normal, saya teringat dengan seorang teman yang pernah memberitahukan tentang video di bawah ini.


Asyek.. sungguh kenikmatan yang meyembuhkan segala lelah yang ada di tubuh ini. Walaupun video yang saya tonton ini adalah berupa dokumentasi launching album Suvarnadvipa yang  mereka pentaskan di Gedung Pertunjukan Idrus Tintin pada tanggal 19 September 2015. Dari launching album Suvarnadvipa dengan melalui proses research yang teramat mendalam ini, RRCI menikmati hasil panen yang berbuah manis. Dengan dibuktikannya, satu minggu setelah launching album Suvarnavipa naik keperingkat pertama The Journey of Musical Harmony menduduki TOP CHART di iTunes Indonesia. Sebuah prestasi yang dapat disandang oleh putra-putra Riau. Namun sayang sekali saya belum juga bisa mendengar dan menyaksikannya.    
Cihuy.. Alhamdulillah, akhirnya kami (saya, istri dan dua orang kawan) diberikan kesehatan dan waktu untuk membawa sepasang telinga untuk mendengar sekaligus menyaksikan RRCI di Sapu Lidi Centre pada (27/12/15). Pada kesempatan malam itu menjadi program ‘Ruang Dengar’ ketiga RRCI untuk menjemput ratusan pasang telinga pada ruang public yang menjadi pentas alternatif mempersentasikan karyanya dengar lebih santai, friendly dan bersahabat. Sebelumnya program Ruang Dengar, pertama dilaksanakan pada awal bulan maret 2015 di Taman Budaya Riau dengan penonton yang terbatas. Setelah itu yang kedua pada pertengahan bulan Juni 2015 lalu kembali di pentaskan dalam konsep latihan di basecamp RRCI, bertempat di Museum Sang Nila Utama Provinsi Riau dengan mempersiapkan proses latihan karya album ke – 7 bertema SUARNADVIPA saat itu dihadiri oleh kawan-kawan wartawan. 
Siap.. Kami sangat siap dan safety sekali membawa sepasang telinga masing-masing. Sebelum berangkat dari rumah yang berada diperbatasan Pekanbaru-Kampar (Bangkinang), kami terlebih dahulu  menggosok dan mencongkel sepasang telinga dari segala kotoran yang telah terkontaminasi. Setelah itu kami tidak lupa untuk menyimpannya ke dalam box dan menguncinya dengan gembok, agar telinga kami tidak mendengar suara-suara lain yang menganggu pendengaran kami selama perjalanan. Karena telinga kami, hanya dipersiapkan untuk mendengar irama, rytme, melody, dan tempo yang keluar dari instrument (gambus, violist, cello, gendang, calempong, gong, flut, akordion, drum, dan lain sebagainya) yang dimainkan oleh kawan-kawan RRCI. 
Keren.. Sesampainya di Sapu Lidi Centre, kamipun bersalaman dan bertegur sapa dengan pasang telinga yang lebih dahulu hadir, sembari celingak-celinguk mencari bangku dan meja  kosong yang memang sudah dipenuhi oleh ratusan pasang telinga yang telah disiapkan masuk pada Ruang Dengar. Sepertinya yang lainnya, sebelum membuka gembok box telinga yang kami simpan. Kamipun memesan minuman dan makanan yang ada di daftar menu. Setelah itu, barulah kami membuka gembok box telinga dengan penuh kehati-hatian, kemudian memasangnya dan sedikit memperbaiki stelan telinga, agar audionya baik dan tajam. Pertama yang kami dengar, Rino Dezapati (komposer) menjelaskan perjalan kesenimannya secara personal dan proses kreatif RRCI yang memang tidak semudah Rino bercerita malam itu. RRCI dibangun dengan segala upaya yang dilewati penuh perjuangan melewati jalan terjal, licin, bebatuan, kemudian memasuki Rimba Raya yang memang belum pernah dimasuki oleh manusia manapun. Mereka membuka jalan menuju Rimba yang penuh dengan misteri alamnya. Namun dengan segala upaya, mereka dapat menaklukkannya.
Bravo.. Setelah menaklukkan Rimba Raya, merekapun menghadapi tantangan baru untuk dapat menaklukkan segala misteri kejayaan peradaban masa lalu ‘Suvarnadvipa’, istilah yang digunakan oleh orang India untuk menyebut dataran Sumatera. Tidak tanggung-tanggung napak tilas yang teramat panjang ini tidak menyurutkan semangat mereka. Maka segala kejayaan ‘Suvarnadvipa’ dapat diketahuai lewat persentasi enam repertoar karya yang akan diperdengarkan. Seluruh pasang telinga yang hadir siap memasuki Ruang Dengar.
Memasuki Ruang Dengar.. Penjelasan panjang yang dengan mudah dideskripsikan oleh Rino, terhimpit oleh lengkingan suara yang dikeluarkan oleh Giring dari bangku penonton. Ini menandakan karya pertama siap untuk didengarkan. Karya pertama ini diberi judul “Svara jiva”, sebauh karya yang berangkat dari sastra lisan Kampar, Batimang (Bagandu), Badondong dan Maratok. Svara jiva, memperdengarkan ratapan seorang Ayah kepada Anak-anaknya, begitu besarnya peran seorang Ayah terhadap anak-anaknya. Namun kasih sayangnya tidak terlihat, sebagaimana Ibu memberikan kasih sayang. Karya pertama inilah yang mengajar ratusan pasang telinga untuk mengedepankan rasa kemanusiaan. Dengan memiliki rasa kemanuasian itulah maka Sumarnadvipa dihargai dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain. Kemudian napak tilas mengikuti perjalan “Langkapuri” untuk berpatroli mengelilingi Suvarnadvipa. Langkapuri diyakini seekor elang kapur raksasa yang menurut cerita menjaga Suvarnadvipa. Irama music yang diperdengarkanpun bermain dengan irama pelan yang mendayu-dayu. Terdengar dari koor vocal yang terasa berterbangan diangkasa dengan penuh kewaspadaan dan sesekali irama itu menukik, lalu kembali lagi berterbangan penuh semangat. Semangat yang teramat tinggi inilah yang menjadi spirit Masyarakat untuk menjaga negeri agar terus tetap Berjaya, agar tetapa bermartabat, agar tetap bermarwah, tanpa tercoreng sedikitpun.
Selanjutnya “Puti Indio Dunio” yang menjadi judul karya ketiga kembali bermain dengan irama lembut, selembut seorang putri yang sangat bijak yang mampu menjaga keharmonisan. Pada karya ketiga ini sangat terasa nuansa Kampar yang diawali dengan melodi calempong yang dinamik, lalu diisi dengan vocal, cello, flute dan dikuti dengan violist. Karya keempat berjudul “Pencalang”. Pada karya ini terasa pengkolaborasian spirit Melayu Riau pesisir dan Melayu Riau Daratan yang menjadi kekuatan Melayu itu sendiri. Kemudian pada karya kelima  “Lukah Gile”, memberikan pelajaran untuk bagaimana ketidaksadaran itu menjadi mengenali diri sendiri dan kemudian dapat memahami diri-diri lain yang ada di luar diri. Kemudian akhir reportoar, “Sound of Suvarnadvipa” menjadi karya pemuncak. Karya terakhir ini mengisahkan rangkuman kejadian masa kejayaan Sriwijaya di Pulau Sumatera.
Study.. Dari napak tilas yang teramat panjang yang dilalui penuh perjuangan oleh RRCI, ratusan pasang telingapun banyak belajar tentang kejayaan peradaban Sumatera yang memiliki hubungan pemerintahan sampai ke Cina, India, Thailand, dan lain sebagainya. Hubungan itu amat terasa dari irama music yang telah dipersentasikan. Memasuki program Ruang Dengar yang ditaja oleh RRCI bagaikan membaca buku dengan reaserch yang teramat mendalam dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis. Sungguh sebuah karya ilmiah yang mumpuni.
Cacat.. Ya, ada kecacatan yang dibiarkan dalam Ruang Dengar. Kami, dengan ratusan pasang telinga lainnya, sudah mematuhi apa yang disarankan oleh Willy Fwi. Telah kami gosok, congkel, bersihkan, dan kami gembok di dalam box agar selalu safety sampai tujuan Ruang Dengar. Namun sungguh sayang disayang, Ruang Dengar menjadi cacat setelah usai. Napak tilas yang teramat panjang tidak bertahan lama bersantai ke dalam benak dan hati kami. Napak tilas yang teramat panjang menghadapi bencana oleh alunan instrument saxophone yang ditiup oleh Kenny G.
Menyambung ungkapan Fedli Aziz disela diskusi, tentang anak perawan yang digerayangi. Saya pikir, anak laki-laki Melayu yang menggerayangi anak perawan itu tentulah anak perawan yang telah dinikahinya. Sehingga menggerayangi anak perawan, penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang teramat sangat. Begitu juga Ruang Dengar yang harus dikelola penuh dengan kasih sayang yang teramat sangat juga. Jangan biarkan kecacatan itu menggerayangi Ruang Dengar yang sudah setia dijaga. Biarkan Ruang Dengar RRCI menetap di dalam benak dan hati ratusan pasang telinga.