Oleh: Uchien
Sampai saat inipun saya masih
terus bersyukur, akhirnya saya bisa juga menyaksikan performance alunan music
yang dimainkan oleh kawan-kawan Riau Rhythm Cambers Indonesia (RRCI). Setelah
sekian kali RRCI membentangkan karyanya pada ruang-ruang apresiasi yang
tersedia di kota Pekanbaru. Rasa syukur yang saya paparkan ini, karena saya
tidak lagi menghantamkan kepala saya ditembok rumah, hingga pecah dan segala
isinya berserakan. Namun, rasa penyesalan itu tidak berlangsung lama. Tentunya
saya harus secepatnya mengobati dan mengumpulkan kembali isi kepala yang telah
terlanjur berserakan. Setelah saya merangkai isi kepala dengan lengkap dan
benar, kemudian sudah bisa berpikir normal, saya teringat dengan seorang teman
yang pernah memberitahukan tentang video di bawah ini.
Asyek.. sungguh kenikmatan yang meyembuhkan
segala lelah yang ada di tubuh ini. Walaupun video yang saya tonton ini adalah berupa
dokumentasi launching album Suvarnadvipa yang mereka pentaskan di Gedung Pertunjukan Idrus
Tintin pada tanggal 19 September 2015. Dari launching album Suvarnadvipa dengan
melalui proses research yang teramat mendalam ini, RRCI menikmati hasil
panen yang berbuah manis. Dengan dibuktikannya, satu minggu setelah launching
album Suvarnavipa naik keperingkat pertama The Journey of Musical Harmony
menduduki TOP CHART di iTunes Indonesia. Sebuah prestasi yang dapat disandang
oleh putra-putra Riau. Namun sayang sekali saya belum juga bisa mendengar dan
menyaksikannya.
Cihuy.. Alhamdulillah, akhirnya kami
(saya, istri dan dua orang kawan) diberikan kesehatan dan waktu untuk membawa
sepasang telinga untuk mendengar sekaligus menyaksikan RRCI di Sapu Lidi Centre
pada (27/12/15). Pada kesempatan malam itu menjadi program ‘Ruang Dengar’
ketiga RRCI untuk menjemput ratusan pasang telinga pada ruang public yang
menjadi pentas alternatif mempersentasikan karyanya dengar lebih santai, friendly
dan bersahabat. Sebelumnya program Ruang Dengar, pertama dilaksanakan pada
awal bulan maret 2015 di Taman Budaya Riau dengan penonton yang terbatas.
Setelah itu yang kedua pada pertengahan bulan Juni 2015 lalu kembali di
pentaskan dalam konsep latihan di basecamp RRCI, bertempat di Museum Sang Nila
Utama Provinsi Riau dengan mempersiapkan proses latihan karya album ke – 7 bertema
SUARNADVIPA saat itu dihadiri oleh kawan-kawan wartawan.
Siap.. Kami sangat siap dan safety
sekali membawa sepasang telinga masing-masing. Sebelum berangkat dari rumah
yang berada diperbatasan Pekanbaru-Kampar (Bangkinang), kami terlebih
dahulu menggosok dan mencongkel sepasang
telinga dari segala kotoran yang telah terkontaminasi. Setelah itu kami tidak
lupa untuk menyimpannya ke dalam box dan menguncinya dengan gembok, agar
telinga kami tidak mendengar suara-suara lain yang menganggu pendengaran kami
selama perjalanan. Karena telinga kami, hanya dipersiapkan untuk mendengar
irama, rytme, melody, dan tempo yang keluar dari instrument (gambus, violist,
cello, gendang, calempong, gong, flut, akordion, drum, dan lain sebagainya)
yang dimainkan oleh kawan-kawan RRCI.
Keren.. Sesampainya di Sapu Lidi
Centre, kamipun bersalaman dan bertegur sapa dengan pasang telinga yang lebih
dahulu hadir, sembari celingak-celinguk mencari bangku dan meja kosong yang memang sudah dipenuhi oleh ratusan
pasang telinga yang telah disiapkan masuk pada Ruang Dengar. Sepertinya yang
lainnya, sebelum membuka gembok box telinga yang kami simpan. Kamipun
memesan minuman dan makanan yang ada di daftar menu. Setelah itu, barulah kami
membuka gembok box telinga dengan penuh kehati-hatian, kemudian
memasangnya dan sedikit memperbaiki stelan telinga, agar audionya baik dan
tajam. Pertama yang kami dengar, Rino Dezapati (komposer) menjelaskan perjalan
kesenimannya secara personal dan proses kreatif RRCI yang memang tidak semudah
Rino bercerita malam itu. RRCI dibangun dengan segala upaya yang dilewati penuh
perjuangan melewati jalan terjal, licin, bebatuan, kemudian memasuki Rimba Raya
yang memang belum pernah dimasuki oleh manusia manapun. Mereka membuka jalan
menuju Rimba yang penuh dengan misteri alamnya. Namun dengan segala upaya,
mereka dapat menaklukkannya.
Bravo.. Setelah menaklukkan
Rimba Raya, merekapun menghadapi tantangan baru untuk dapat menaklukkan segala
misteri kejayaan peradaban masa lalu ‘Suvarnadvipa’, istilah yang digunakan
oleh orang India untuk menyebut dataran Sumatera. Tidak tanggung-tanggung napak
tilas yang teramat panjang ini tidak menyurutkan semangat mereka. Maka segala
kejayaan ‘Suvarnadvipa’ dapat diketahuai lewat persentasi enam repertoar karya
yang akan diperdengarkan. Seluruh pasang telinga yang hadir siap memasuki Ruang
Dengar.
Memasuki Ruang Dengar.. Penjelasan
panjang yang dengan mudah dideskripsikan oleh Rino, terhimpit oleh lengkingan
suara yang dikeluarkan oleh Giring dari bangku penonton. Ini menandakan karya
pertama siap untuk didengarkan. Karya pertama ini diberi judul “Svara jiva”,
sebauh karya yang berangkat dari sastra lisan Kampar, Batimang (Bagandu), Badondong
dan Maratok. Svara jiva, memperdengarkan ratapan seorang Ayah kepada
Anak-anaknya, begitu besarnya peran seorang Ayah terhadap anak-anaknya. Namun
kasih sayangnya tidak terlihat, sebagaimana Ibu memberikan kasih sayang. Karya
pertama inilah yang mengajar ratusan pasang telinga untuk mengedepankan rasa
kemanusiaan. Dengan memiliki rasa kemanuasian itulah maka Sumarnadvipa dihargai
dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain. Kemudian napak tilas mengikuti perjalan “Langkapuri”
untuk berpatroli mengelilingi Suvarnadvipa. Langkapuri diyakini seekor elang
kapur raksasa yang menurut cerita menjaga Suvarnadvipa. Irama music yang
diperdengarkanpun bermain dengan irama pelan yang mendayu-dayu. Terdengar dari
koor vocal yang terasa berterbangan diangkasa dengan penuh kewaspadaan dan
sesekali irama itu menukik, lalu kembali lagi berterbangan penuh semangat. Semangat
yang teramat tinggi inilah yang menjadi spirit Masyarakat untuk menjaga negeri
agar terus tetap Berjaya, agar tetapa bermartabat, agar tetap bermarwah, tanpa
tercoreng sedikitpun.
Selanjutnya “Puti Indio Dunio” yang
menjadi judul karya ketiga kembali bermain dengan irama lembut, selembut
seorang putri yang sangat bijak yang mampu menjaga keharmonisan. Pada karya
ketiga ini sangat terasa nuansa Kampar yang diawali dengan melodi calempong yang
dinamik, lalu diisi dengan vocal, cello, flute dan dikuti dengan violist. Karya keempat berjudul “Pencalang”. Pada karya
ini terasa pengkolaborasian spirit Melayu Riau pesisir dan Melayu Riau
Daratan yang menjadi kekuatan Melayu itu sendiri. Kemudian pada karya kelima “Lukah Gile”, memberikan pelajaran untuk
bagaimana ketidaksadaran itu menjadi mengenali diri sendiri dan kemudian dapat
memahami diri-diri lain yang ada di luar diri. Kemudian akhir reportoar, “Sound
of Suvarnadvipa” menjadi karya pemuncak. Karya terakhir ini mengisahkan
rangkuman kejadian masa kejayaan Sriwijaya di Pulau Sumatera.
Study..
Dari napak tilas yang teramat panjang yang dilalui penuh perjuangan oleh RRCI,
ratusan pasang telingapun banyak belajar tentang kejayaan peradaban Sumatera
yang memiliki hubungan pemerintahan sampai ke Cina, India, Thailand, dan lain
sebagainya. Hubungan itu amat terasa dari irama music yang telah
dipersentasikan. Memasuki program Ruang Dengar yang ditaja oleh RRCI bagaikan
membaca buku dengan reaserch yang teramat mendalam dan dapat
dipertanggung jawabkan secara akademis. Sungguh sebuah karya ilmiah yang
mumpuni.
Cacat..
Ya, ada kecacatan yang dibiarkan dalam Ruang Dengar. Kami, dengan ratusan
pasang telinga lainnya, sudah mematuhi apa yang disarankan oleh Willy Fwi. Telah
kami gosok, congkel, bersihkan, dan kami gembok di dalam box agar selalu
safety sampai tujuan Ruang Dengar. Namun sungguh sayang disayang, Ruang
Dengar menjadi cacat setelah usai. Napak tilas yang teramat panjang tidak
bertahan lama bersantai ke dalam benak dan hati kami. Napak tilas yang teramat
panjang menghadapi bencana oleh alunan instrument saxophone yang ditiup
oleh Kenny G.
Menyambung
ungkapan Fedli Aziz disela diskusi, tentang anak perawan yang digerayangi. Saya
pikir, anak laki-laki Melayu yang menggerayangi anak perawan itu tentulah anak
perawan yang telah dinikahinya. Sehingga menggerayangi anak perawan, penuh
dengan kecintaan dan kasih sayang yang teramat sangat. Begitu juga Ruang Dengar
yang harus dikelola penuh dengan kasih sayang yang teramat sangat juga. Jangan biarkan
kecacatan itu menggerayangi Ruang Dengar yang sudah setia dijaga. Biarkan Ruang
Dengar RRCI menetap di dalam benak dan hati ratusan pasang telinga.