Label

Rabu, 10 Juni 2009

Teater Oranye, Jambi ‘Demam’


Oleh: Phie2t

Kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Pengolahannya dirasakan atas cita rasa masyarakat lingkungannya. Cita rasa di sini memiliki pengertian yang luas, termasuk “nilai kehidupan tradisi”, pandangan hidup, pendekatan falsafah, rasa etis dan estetis serta ungkapan budaya lingkungan. Hasil kesenian tradisional biasanya diterima sebagai tradisi, pewarisan yang dilimpahkan dari angkatan tua kepada angkatan muda.
Entah apa jadinya jika pelimpahan warisan itu tidak terjadi sampai hari ini. Remaja yang suka dengan musik rock, remaja yang suka aliran musik R&B dan masih banyak yang lainnya hanya tahu dengan nuansa ke-barat-baratannya saja. Tidak banyak yang tahu dan ingin tahu kesenian tradisionalnya.
Walau pada dasarnya kesenian tradisional merupakan media hiburan dan diselenggarakan untuk upacara keagamaan saja, tetapi kesenian tradisonal juga mempunyai daya tarik tersendiri jika nikmati. Berangkat dari pemahaman inilah, Ari Ce’ Gu (dari teater Oranye-Jambi) begitu ia disapa oleh banyak orang, mempersembahkan karyanya pada event Pekan Apresiasi Teater III, tanggal 21 Januari 2008 di Auditorium Boestanul Arifin Adam STSI Padangpanjang.
Sesuai dengan tema yang diusung panitia PAT III kali ini yaitu Melihat Teater Indonesia dari Sumatera, pertunjukan ‘Demam’ yang digarap oleh Ari Ce’ Gu dapat memberikan apresiasi tentang kesenian tradisional Indonesia khususnya di Sumatera kepada audience pada malam itu.
Karya ‘demam’ merupakan kemasan yang segar bagi audience karena berangkat dari teater tutur yang berasal dari daerah Jambi (Dul Muluk). Karya ini bercerita tentang seorang pria yang mempunyai 2 orang anak dari 2 istri, yang mana sang anak lebih suka dengan hal-hal yang berbau modern dan ke-barat-baratan. Pria ini sebenarnya tidak menginginkan hal ini. Ia lebih suka jika anak-anaknya tahu dan bangga dengan kesenian tradisional yang tak kalah menariknya. Di samping itu persoalan lain datang ketika kedua istrinya tak lagi mau menerima pria ini karena kebangkrutan hidupnya dan hanya meninggalkan kesombongan masa lalu. Untuk membujuk para istri maka ia pura-pura ‘demam’.
Pementasan teater dari Teater Oranye ini tampil pada hari ketiga Pekan Apresiasi Teater (PAT) III, tepatnya pada hari Selasa, 21 Januari 2008 lalu. Pementasan nya melibatkan beberapa mahasiswa Jurusan Teater STSI Padangpanjang.
Banyak pesan moral yang disuguhkan oleh sutradara dalam karyanya. Sebuah tampilan sederhana namun sarat makna. Ada hal yang paling penting dalam pemetasan itu, bahwa kesenian tradisional itu tidak akan pernah pudar kapanpun juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar