Oleh:
Husin
Di
loby Gedung Kesenian Ajungan Seni Idrus Tintin, Pekanbaru 18 Juni 2013, telihat
calon penonton tidak sabar ingin cepat masuk menduduki bangku penonton,
menyaksikan pementasan “SEGERA” karya Rachman Sabur – Camille Boitel yang
disutradarai oleh Racman Sabur. Namun ketidak sabaran calon penonton dapat
terobati oleh pemutaran video documenter proses kreatif Kelompok Teater Payung
Hitam semenjak awal berdiri hingga sekarang. Tepat pukul 20.00 WIB calon
penonton dipersilahkan untuk masuk menduduki bangku dan sah untuk menjadi
penonton seutuhnya.
Dari
bangku penonton yang berkapasitas 600 telah penuh terisi, terlihat samar-samar
sett panggung dan seorang tokoh perempuan duduk di atas kursi plastik dengan
wajah disiram oleh cahaya senter yang melekat di dagunya. Perempuan ini
terjatuh bersamaan dengan kursi plastic yang didudukinya, setiap kali dia
berusaha bangkit, ia terus terjatuh dengan gerakan yang diulang-ulang. Tidak lama berselang tiba-tiba menyala lampu
neon yang di gantung di tengah depan panggung. hal ini membuat penonton jadi
gaduh, karena terlihat beresiko dan belum pernah dilakukan oleh pementasan
sebelumnya. Sontak kegaduhan terhenti sejenak dan terdengar jeritan dari bangku
penonton, karena tiba-tiba lampu terjatuh dari ketinggian 3m ke lantai, sehingga
panggung kembali menjadi gelap. Tanpa disadari, tidak ada aba-aba dari pembawa
acara, pementasan telah berlangsung.
SEGERA,
mengajak penonton untuk waspada terhadap ancaman dan bahaya yang akan datang,
kekacaun telah terlihat jelas di depan mata. Sudah tidak ada waktu lagi untuk
berleha-leha. Secara visual, dengan jatuhnya lampu neon dari ketinggian 3m
ancaman dan kekacauan itu bermula, tanpa henti. Awalnya penonton mengira, itu
sebuah kecelakaan panggung. namun kecelakaan terus berulang, barulah penonton
sadar bahwa memang demikianlah kehendak pertunjukan yang menciptakan kekacauan.
Sekitar
20-an Jam dinding, dari berbagai macam ukuran yang tergantung di dinding
terbuat dari terpal biru berjatuhan satu persatu, lalu terdengar suara
terompet. Tak lama setelah itu, masuk dua orang laki-laki botak membawa mainan
anak-anak. Mainan itu berputar dan berbunyi. Mereka mengarah ke gerobak yang
bingkainya terbuat dari paralon, lalu mengantungkan mainan itu di atas gerobak.
Gerobak yang semula terlihat kokoh, menjadi hancur dan berantakan. Keadaan
menjadi kacau balau, semua menjadi berantakan. Dinding-dinding terpal berbahan
plastic yang tersusun rapi menjadi tumbang.
Kekacauan
terus berlangsung tanpa henti, dengan kehadiran seorang laki-laki botak panic,
karena kakinya terikat tali jerigen. Ia berusaha keras untuk melepaskan ikatan
di kakinya. Semakin ia panic dan berusaha untuk melepaskan ikatan, keadaan
menjadi kacau dan berantakan. Setiap sett yang berbahan plastic menjadi tumbang
dan berjatuhan. Kekacaun yang dialami lelaki botak ini menjadi gerakan yang
akrobatik. Kerena setiap benda berbahan plastic yang tersentuh dan terinjak
oleh tubuhnya menjadi berjatuhan dan tepental ke semua arah. Pada saat ia
tersangkut pada tali yang tergantung, onggokan plastic berjatuhan menimpa
dirinya. Ditambah lagi pada saat ingin melompat dan menginjak bahan palstik
yang lain, di permukaan lainnya berpentalan tutup botol plastic warna-warni.
Lelaki botak yang tidak berbaju ini terus berusaha untuk menyelamatkan tubuhnya.
Dalam keadaan panic, akhirnya ia dapat meraih helm berwarna merah lalu menutupi
kepalanya, dengan sangat riang ia berlari keluar.
Dari
adegan kekacaun yang terlihat, menyisakan banyak sampah plastic yang
menyesakkan panggung. Dapat terlihat, bahwasanya Rachman Sabur ingin mengusung
bahaya plastic bagi lingkungan. Maka kemudian sangat jelas pada judul SEGERA,
ancaman dan kekacauan akan datang. Bersegeralah melakukan tindakan sebelum
ancaman dan bahaya akan menimpa kita.
Adegan
demi adegan yang coba diciptakan, sengaja mengaambarkan kekacauan demi
kekacauan. Adegan-adegan kekacauan berjalan begitu cepat dan berbahaya,
sehingga membuat sebahagian penonton menjerit dan berteriak. Karena tak kuasa
menahan suaranya. Melihat botol-botol plastic berterbangan, botol gallon terus
berjatuhan, jerigen yang beradu sehingga menghasilkan bunyi-bunyian yang
dimainkan rupa oleh actor yang selalu membuat penonton terus terpukau. Setiap
sampah plastic yang berserakan di atas panggung, setiap itu pula dibersihakan
oleh para actor dari arah kiri dan kanan panggung, begitu terus berulang.
Teater
tanpa kata maupun kalimat ini, didominasi oleh permainan tubuh yang terus
tereksplore. Verbalitas lebih terlihat dengan jelas dengan permainan tubuh dan
idiom plastic yang diusung. Meskipun tidak semua bahaya plastic disampaikan
lewat idiom plastic itu sendiri. Ada beberapa adegan disampaikan lewat
pemukulan terhadap actor lain dengan gerakan slowmotion, ada juga adegan
seorang actor yang baru keluar dari balik dinding, lalu kepalanya diperangkap
dengan jaring, sehingga ia menjadi hilang. Kejelian sutradara menciptakan
adegan demi adegan sangat memukau. Karena tidak ada satu orangpun terlihat
jenuh, bahkan terus terpukau melihat ulah actor yang terkadang terlihat lucu,
meskipun tidak bermaksud untuk melucu. Berbagai sketsa atau pose-pose dan
spektakel yang dihadirkan juga tak kalah menarik dan sangat memukau. Sehingga
tak terasa sudah 30-an menit pertunjukan berlalu begitu saja. Seorang guru
swasta di Pekanbaru yang berkesempatan hadir pada malam itu, terasa sangat
senang melihat pertunjukan SEGERA. “Ternyata pertunjukan teater, di dalamnya
juga berupa ilmu pengetahuan yang memiliki pesan kepada penonton. Ya, seperti
pementasan mala ini yang mengusung bahaya plastic bagi kehidupan. Bentuk
pertunjukannyapun tidak begitu sulit untuk dipahami, meskipun dengan bahasa
tubuh” sambil terus berjalan ke arah panggung, untuk memberikan selamat kepada
para pemain.
Ranchman
Sabur selaku pimpinan Teater Payung Hitam sekaligus sutradara dalam pementas
SEGERA ini, merasa sangat senang dan tersanjung bisa memberikan apresiasi
kepada penonton yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan kelompok-kelompok
teater yang ada di Kota Pekanbaru. Rasa
senang ini juga disampaikan oleh Racman, pada saat sharing dan pemutaran video
dokumnter proses kreatif Teater Payung Hitam sehari sebelum pementasan
(17/06/2013) pukul 14.00 WIB, di Gedung Dewan Kesenian Riau yang diorganisir
oleh Jurusan Seni Teater Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR). Semulanya
direncanakan workshop oleh Rachman Sabur yang diminta oleh pihak STSR. Namun
karena kesehatan beliau kurang baik, workshop digantikan dengan sharing dan
pemutaran video documenter. Meskipun begitu, peserta yang berjumlah 47 orang
begitu antusias mengikuti kegiatan. Salah seorang peserta merasa senang,
mendapatkan pengetahuan baru. Karena semenjak di Pekanbaru ia belum pernah
melihat ada kelompok ataupun pertunjukan yang lebih bermain pada tubuh.***