Label

Senin, 26 April 2010

Cintailah Bumi bukan sekedar perenungan (Catatan Performing Art Mahasiswa AKMR Pekanbaru dalam memperingati Hari Bumi Sedunia 2010)

Oleh: Liza

Beginilah cara seniman mengekspresikan kegundahannya melihat bumi mulai merana dengan ketuaanya. ada hal yang sering menjadi gelitik pemikiran; disaat para pemilik modal berburu wilayah baru yang tepat untuk dijadikan lahan usaha dengan cerobong asap nan gagah berdiri dan muntahan limbah nan mematikan, owner2 gedung menjulang tinggi dengan kemegahan gedungnya yang full kaca, mereka seolah lupa bahwa hijau itu damai dan damai itu sejuk.maka yang sejuk itu sehat dan yang sehat itu udara yang segar, sampah yang terorganisir dan hutan yang perawan.
terlepas dari pemahaman sebuah bentuk konstruksi dari tatanan kota cosmopolitan, ruang gerak makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhan seakan terjepit oleh kepentingan manusia yang tengah berpesta dengan keagungan mahakaryanya dalam menyulap bumi menjadi bola kaca yang kaku; dimana untuk bernapas dengan sehat saja harus membayar mahal hal itu... sungguh ironis sekali jika dipikir-pikir. kemajuan teknologi dan keagungan ilmu pengetahuan malah membuat manusia menjadi tidak beradab dan tidak manusiawi..
jika kota besar berkutat dengan masalah banjir yang tak berkesudahan, kota-kota kecil mulai meramaikan siaran berita televisi, media massa dan elektronik lainnya dengan hebohnya masalah longsor dan bencana lainnya.. jika ditilk kembali lebih ironis lagi dengan pulau besar yang menurut data dari pihak dinas kehutanan mempunyai hutan tropis yang perawan.. ini hanya kamuflase saja, bahkan lebih parah lagi dengan kasus di pulau sumatera. berita bahwa banyaknya binatang buas yang berada dihutan2 tropis ini mulai mengamuk dan menyerang pemukiman serta asset perkebunan dan ladang warga tak terlepas dari ulah masyarakat itu sendiri..
harus berapa lama lagi bumi menahan seringai kesakitannya? sampai kapan kita harus menanggung kemarahan bumi terhadap apa yang telah kita perbuat terhadapnya?
kegelisahan inilah yang ditransformasi oleh beberapa rekan-rekan dari Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) dalam bentuk Performing Art di pelataran Gedung Idrus Tin-Tin Bandar Serai (25 April 2010). jam menunjukkan pukul 16.09 waktu setempat, gebug-kan gendang mulai mencuri perhatian setiap pengunjung pelataran ini. alhasil performing art yang bertajuk Cintailah Bumi dalam rangka memperingati Hari Bumi Sedunia ini berhasil menjadi kritik terhadap kondisi bumi hari ini./span>Belasan pemain yang terlibat dalam kegiatan ini cukup menujukkan aksi-aksi yang menyimbolkan bahwa mereka adalah unsur2 hayati yang menjadi saksi kehancuran bumi oleh ulah manusia itu sendiri. terlihat dari body painting yang mereka ciptakan, ada yang mewakili unsur tanah dengan warna merah kecoklatan, unsur tumbuhan dengan warna hijau. warna putih seakan mempertegas kita dengan unsur udara dan air serta warna merah yang menjadi simbol dari unsur api.
performing art yang berdurasi lebih kurang 45 menit ini seakan mengkomunikasikan kepada penikmatnya bahwa kerusakan pada setiap ekosistem alam itu adalah nyata dan telah berada pada tingkatan yang berat.
secara keseluruhan materi yang yang dicoba dieksplorasi dengan berbagai ekspresi tubuh semacam spirit dari capoera, gerak-gerak yang mengalir ini dikombinasikan dengan banyolan khas melayu yang mengkritik kondisi bumi hari ini dengan banyolan yang mengundang tawa para pengunjung.
secara keseluruhan telah berhasil meskipun pada bagian tertentu perlu ditekankan lagi karena kesadaran bagi pengunjung itu penting, jika tidak memikirkan itu maka siap-siaplah dengan performing art yang pulang sia-sia. tapi setidaknya Mahasiswa AKMR Pekanbaru ini telah mencoba dan menyisakan pertanyaan kecil disudut hati para penikmatnya sore itu "Bagaimana bisa Kami menyelamatkan Bumi, jika sampah plastik bekas bungkus makanan yang Kami makan saja tak sanggup untuk Kami buang pada tempatnya"
akhirnya penghargaan terhadap hari bumi itu hanya sekedar perenungan saja melainkan adalah bekera keras untuk menjadikan buang sampah pada tempatnya, menanam pohon sedari usian dini dan menjaga keseimbangan ekosistem alam itu menjadi sebuah rutinitas.