Label

Kamis, 18 Juli 2013

Kekacauan Tanpa Henti, Maka BerSEGERAlah Ambil Tindakan (Laporan Pementasan SEGERA Karya Rachman Sabur – Camille Boitel)


Oleh: Husin

Di loby Gedung Kesenian Ajungan Seni Idrus Tintin, Pekanbaru 18 Juni 2013, telihat calon penonton tidak sabar ingin cepat masuk menduduki bangku penonton, menyaksikan pementasan “SEGERA” karya Rachman Sabur – Camille Boitel yang disutradarai oleh Racman Sabur. Namun ketidak sabaran calon penonton dapat terobati oleh pemutaran video documenter proses kreatif Kelompok Teater Payung Hitam semenjak awal berdiri hingga sekarang. Tepat pukul 20.00 WIB calon penonton dipersilahkan untuk masuk menduduki bangku dan sah untuk menjadi penonton seutuhnya.
Dari bangku penonton yang berkapasitas 600 telah penuh terisi, terlihat samar-samar sett panggung dan seorang tokoh perempuan duduk di atas kursi plastik dengan wajah disiram oleh cahaya senter yang melekat di dagunya. Perempuan ini terjatuh bersamaan dengan kursi plastic yang didudukinya, setiap kali dia berusaha bangkit, ia terus terjatuh dengan gerakan yang diulang-ulang.  Tidak lama berselang tiba-tiba menyala lampu neon yang di gantung di tengah depan panggung. hal ini membuat penonton jadi gaduh, karena terlihat beresiko dan belum pernah dilakukan oleh pementasan sebelumnya. Sontak kegaduhan terhenti sejenak dan terdengar jeritan dari bangku penonton, karena tiba-tiba lampu terjatuh dari ketinggian 3m ke lantai, sehingga panggung kembali menjadi gelap. Tanpa disadari, tidak ada aba-aba dari pembawa acara, pementasan telah berlangsung.
SEGERA, mengajak penonton untuk waspada terhadap ancaman dan bahaya yang akan datang, kekacaun telah terlihat jelas di depan mata. Sudah tidak ada waktu lagi untuk berleha-leha. Secara visual, dengan jatuhnya lampu neon dari ketinggian 3m ancaman dan kekacauan itu bermula, tanpa henti. Awalnya penonton mengira, itu sebuah kecelakaan panggung. namun kecelakaan terus berulang, barulah penonton sadar bahwa memang demikianlah kehendak pertunjukan yang menciptakan kekacauan.
Sekitar 20-an Jam dinding, dari berbagai macam ukuran yang tergantung di dinding terbuat dari terpal biru berjatuhan satu persatu, lalu terdengar suara terompet. Tak lama setelah itu, masuk dua orang laki-laki botak membawa mainan anak-anak. Mainan itu berputar dan berbunyi. Mereka mengarah ke gerobak yang bingkainya terbuat dari paralon, lalu mengantungkan mainan itu di atas gerobak. Gerobak yang semula terlihat kokoh, menjadi hancur dan berantakan. Keadaan menjadi kacau balau, semua menjadi berantakan. Dinding-dinding terpal berbahan plastic yang tersusun rapi menjadi tumbang.
Kekacauan terus berlangsung tanpa henti, dengan kehadiran seorang laki-laki botak panic, karena kakinya terikat tali jerigen. Ia berusaha keras untuk melepaskan ikatan di kakinya. Semakin ia panic dan berusaha untuk melepaskan ikatan, keadaan menjadi kacau dan berantakan. Setiap sett yang berbahan plastic menjadi tumbang dan berjatuhan. Kekacaun yang dialami lelaki botak ini menjadi gerakan yang akrobatik. Kerena setiap benda berbahan plastic yang tersentuh dan terinjak oleh tubuhnya menjadi berjatuhan dan tepental ke semua arah. Pada saat ia tersangkut pada tali yang tergantung, onggokan plastic berjatuhan menimpa dirinya. Ditambah lagi pada saat ingin melompat dan menginjak bahan palstik yang lain, di permukaan lainnya berpentalan tutup botol plastic warna-warni. Lelaki botak yang tidak berbaju ini terus berusaha untuk menyelamatkan tubuhnya. Dalam keadaan panic, akhirnya ia dapat meraih helm berwarna merah lalu menutupi kepalanya, dengan sangat riang ia berlari keluar.
Dari adegan kekacaun yang terlihat, menyisakan banyak sampah plastic yang menyesakkan panggung. Dapat terlihat, bahwasanya Rachman Sabur ingin mengusung bahaya plastic bagi lingkungan. Maka kemudian sangat jelas pada judul SEGERA, ancaman dan kekacauan akan datang. Bersegeralah melakukan tindakan sebelum ancaman dan bahaya akan menimpa kita.
Adegan demi adegan yang coba diciptakan, sengaja mengaambarkan kekacauan demi kekacauan. Adegan-adegan kekacauan berjalan begitu cepat dan berbahaya, sehingga membuat sebahagian penonton menjerit dan berteriak. Karena tak kuasa menahan suaranya. Melihat botol-botol plastic berterbangan, botol gallon terus berjatuhan, jerigen yang beradu sehingga menghasilkan bunyi-bunyian yang dimainkan rupa oleh actor yang selalu membuat penonton terus terpukau. Setiap sampah plastic yang berserakan di atas panggung, setiap itu pula dibersihakan oleh para actor dari arah kiri dan kanan panggung, begitu terus berulang.
Teater tanpa kata maupun kalimat ini, didominasi oleh permainan tubuh yang terus tereksplore. Verbalitas lebih terlihat dengan jelas dengan permainan tubuh dan idiom plastic yang diusung. Meskipun tidak semua bahaya plastic disampaikan lewat idiom plastic itu sendiri. Ada beberapa adegan disampaikan lewat pemukulan terhadap actor lain dengan gerakan slowmotion, ada juga adegan seorang actor yang baru keluar dari balik dinding, lalu kepalanya diperangkap dengan jaring, sehingga ia menjadi hilang. Kejelian sutradara menciptakan adegan demi adegan sangat memukau. Karena tidak ada satu orangpun terlihat jenuh, bahkan terus terpukau melihat ulah actor yang terkadang terlihat lucu, meskipun tidak bermaksud untuk melucu. Berbagai sketsa atau pose-pose dan spektakel yang dihadirkan juga tak kalah menarik dan sangat memukau. Sehingga tak terasa sudah 30-an menit pertunjukan berlalu begitu saja. Seorang guru swasta di Pekanbaru yang berkesempatan hadir pada malam itu, terasa sangat senang melihat pertunjukan SEGERA. “Ternyata pertunjukan teater, di dalamnya juga berupa ilmu pengetahuan yang memiliki pesan kepada penonton. Ya, seperti pementasan mala ini yang mengusung bahaya plastic bagi kehidupan. Bentuk pertunjukannyapun tidak begitu sulit untuk dipahami, meskipun dengan bahasa tubuh” sambil terus berjalan ke arah panggung, untuk memberikan selamat kepada para pemain.
Ranchman Sabur selaku pimpinan Teater Payung Hitam sekaligus sutradara dalam pementas SEGERA ini, merasa sangat senang dan tersanjung bisa memberikan apresiasi kepada penonton yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan kelompok-kelompok teater yang ada di Kota  Pekanbaru. Rasa senang ini juga disampaikan oleh Racman, pada saat sharing dan pemutaran video dokumnter proses kreatif Teater Payung Hitam sehari sebelum pementasan (17/06/2013) pukul 14.00 WIB, di Gedung Dewan Kesenian Riau yang diorganisir oleh Jurusan Seni Teater Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR). Semulanya direncanakan workshop oleh Rachman Sabur yang diminta oleh pihak STSR. Namun karena kesehatan beliau kurang baik, workshop digantikan dengan sharing dan pemutaran video documenter. Meskipun begitu, peserta yang berjumlah 47 orang begitu antusias mengikuti kegiatan. Salah seorang peserta merasa senang, mendapatkan pengetahuan baru. Karena semenjak di Pekanbaru ia belum pernah melihat ada kelompok ataupun pertunjukan yang lebih bermain pada tubuh.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar