Label

Rabu, 23 September 2009

Kota Cinta

Masih ingatkah kau
Di kota ini, kita mengawali perjalanan
Terucap janji, tuk jalani hidup bersama
Segala rintangan, akan dihadang bersama
Sambil meneguk kopi yang mulai mendingin
Dan sedikit ubi kayu yang dicabut kemarin
Ini kota ke-dua yang akan kita lewati
Tidakkah kau lihat, gerbang yang begitu menawan
Sebentar lagi kita akan sampai
Begitu kagetnya kita
Ternyata kota ini, tak setentram yang pernah diceritakan banyak orang
Penjarahan, kekerasan, dan kerusuhan selalu saja terjadi. Berulang-ulang kali
Kitapun ikut bertengkar
Menentukan keberpihakan, dengan golongan mana dan siapa

Kota ini sungguh berbeda dengan kota ke-dua
Terlihat keindahan
Keramahan
Keharmonisan
Serta kedamaian

Ingatkahkau, saat kita melewati danau
Aku hadiahkan untukmu sebuah perahu kecil
Kayunya dari jenis yang terbaik
Kau bantu aku
Kau suguhkan segelas kopi, dengan sedikit ubi kayu yang kau rebus pagi tadi
Lalu kita berlayar, ditemani bulan dan bintang, diiringi musik air dan angin

Di kota ini
Kau dan aku tersesat
Kita terpisah sangat jauh

Sepanjang malam kurindukan kehadiranmu
Aku rindu candamu
Rindu tawamu
Rindu perdebatanmu
Segalanya..

Apakah ada harapan tuk bertemu
Ataukah..
Pergi tuk selamanya

Lorong, 30 juni 2009

Carilah Cinta

Tak ada lagi yang bisa aku berikan
Meskipun tak pernah memberikan apa-apa
Tak ada lagi yang bisa aku janjikan
Kepahitan tetap saja bersarang ditubuh ini

Pergilahkau..
Jauihi kepahitan, yang makin lama semakin membusuk

Carilah kebahagiaan..
Dampingi dia
Pegang erat tangannya
Jangan pernah lepaskan

Karna sampai hari ini
Lusa nanti
Sampai mati
Aku tak akan pernah memberikan apa-apa
Melainkan cinta!

Lorong, 30 Juni 2009

Bukanlah Cinta

Tiba-tiba langit jatuh
Menghancurkan otak bumi
Jantung hatinya bertaburan

Tak ada lagi aku dan kau
Mereka dan kita
Dia dan kita

Kehancuran itu datang pada tahun ke-lima
Melebihi kiamat
Selalu ditakuti setiap umat

Cintapun telah mati!

Lorong, 30 Juni 2009

Maju Namun Janggal

Semenjak merpati tak pernah lagi mengantar surat
Manusia telah berpikir singkat
Dengan segala kemajuan teknologi
Telah berkurang rasa tuk saling mengasihi

Lorong, 30 Juni 2009

TAKDIR PUISI

Kesabaranku takdir…

Kesenanganku takdir…

Kebahagiaanku takdir…

Kemarahanku takdir…

Keceriaanku takdir…

Keletihanku takdir…

Kelelahanku taktir…

Kesusahanku takdir...

Keangkuhanku takdir…

Keegoisanku takdir…

Keringatku terus saja mengalir bersama takdir…

Kecintaanku ternyata takdir…

Kerinduanku ternyata takdir…

Kasih sayangku tetap saja takdir…

Hausku masih terus takdir…

Laparku masih terus takdir…

Tawaku masih saja takdir...

Puisi inipun juga hidup bersama takdir…

Padangpanjang, Oktober 2006

Sayangnya Puisi

Ku kecup keningmu
Ku genggam tanganmu
Ku peluk erat tubuh indahmu
dan berharap masa depan yang gemilang

Padangpanjang, Oktober 2006

Ridhoilah Puisi

Perjalan kita sepertinya tak di Ridhoi
Begitu besarkah dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat
Tapi begitulah manusia
Gemar melakukan dosa dan kesalahan
Ramadhan datang dengan segala keistimewaannya
Yang dapat menghapus dosa dan kesalahan
Maka maafkanlah dosa dan kesalahan dihari yang fitri
Berharap perjalanan kita di Ridhoi

Padangpanjang, Oktober 2006

PUISI SAKIT JIWA

lebih baik begitu...
karena sudah tak ada lagi kata-kata, tuk dijadikan kalimat benar yang pantas diucapkan!
maka lebih baik begitu....
sakit jiwa dan kehilangan makna!

Padangpanjang, Oktober 2006

Marahnya Puisi

Menghardik irama keras
Hening tak mengucapkan apapun sambil melayangkan tinju ke bumi
Tangan mengayun laju menuju kepipi
Diam.. berjalan dengan air mata

Padangpanjang, Oktober 2006

Menjelang Pemilihan

Sebelum gelap
Masih sempat kunikmati
Keindahan alam yang penuh warna

Sepanjang jalan
Disetiap perempatan
Terlihat wajah-wajah penuh keramahan
Memberikan ribuan harapan

Senyuman sementara
Hingga terpilih
Sebelum mendapat bangku

Keramahan sementara
Masih sempat untuk dinikmati

Bagai alam, Penuh warna

Lorong, 01 Maret 2009

Konsumsi

Sepatu itu telah terlihat kusam dan kotor
Apakah kau akan...
Membersihkannya
Mencuci
Menyemir

Atau bahkan...
Kau akan membuangnya

Besok atau hari ini
Kau akan menggantinya
Dengan merk-merk yang lebih bagus keluaran terbaru
Segalanya telah tersedia disetiap sudut pertokoan

Sama seperti hari-hari sebelumnya

Lorong, 02 Maret 2009

Awal-Akhiri

Awalnya
Kesedihan, kesengsaraan serta penderitaan
Hal yang biasa yang menjadi bagian hidup kita
Terjadi berulangkali

Sore kemaren
Seorang anak mati gantung diri
Lantaran ibunya tak mampu beli sepatu sekolah

Malam kemaren
Seorang ibu tewas bersama tumor dikepala yang telah membesar
Lantaran biaya pengobatan terlalu mahal

Pagi tadi
Pedagang kaki lima digusur secara paksa
Lantaran menganggu ketertiban kota dan pembangunan istana

Bukankah semua itu telah diciptakan
Oleh orang yang memiliki kepentingan

Akhiri
Kita harus percaya
Bahwa semuanya bukanlah takdir
Lakukanlah sesuatu
Bersatu tuk perubahan
Melawan bentuk penghisapan
Melawan bentuk penindasan

Lorong, 12 Juni 2005

Kutuliskan Sejarah

Pada siapa aku sampaikan
Kertas putih sudah tak putih

Padanya inginku sampaikan
Telah aku tuliskan
Terus aku tuliskan

Tak akan aku biarkan ia putih
Garis
Lingkar
Warna

Munculkan masalah
Tawa
Tangis
Marah
Darah
Perang

Jadikan sejarah

Lorong, April 2008

Derita ku Tuliskan

Pada kertas aku bercerita
Hanya kertas yang aku percaya

Dengan tinta aku sampaikan
Diatas kertas aku tuliskan
Segala derita yang dirasakan
Penderitaan yang terus menerus

Buruh
Dipekerjakan semaunya
Jam kerja ditambah sesukanya
Tak dibayar selayaknya
Tak mampu memiliki apa yang telah dikerjakan
Jika pengusaha hampir bangkrut
Maka PHK pun jalan baginya

Kaum miskin kota
Disapu bersih dari tempatnya
Tak ada lagi tempat tuk berteduh
Tak ada lagi yang bisa dikerjakan
Pekerjaan alternative yang bisa dikerjakan
Jalanan tempat kami mencari makan
Itupun selalu dirampas oleh pemerintah kota

Petani
Dirampas tanahnya
Harga pupuk semakin mahal
Hasil tani menurun
Hargapun tak bisa mereka tentukan

Nelayan
Tak bisa lagi melaut
Harga minyak semakin mahal
Tak menemukan ikan
Nasipun tak ada tuk dimakan

Pendidikan
Menjadi barang yang mahal
Kehilangan hakikat
Tak bisa tulis baca
Pembodohanpun dimana-mana

Kesehatan
Sangat jauh dari masyarakatnya
Tak melayani sebaiknya
Tak menyembuhkan semestinya
Maka jumlah kematianpun semakin bertambah

Derita telah dirasakan
Maka dikertas ini aku tuliskan
Bangkitlah Rakyat Pekerja

Lorong, 07 Desember 2008

Manusia Kerdil

Sebelum aku meninggalkan kota yang penuh kemunafikan yang Dihuni oleh bibir-bibir yang memperlihatkan kilauan gigi putih bersih
bertebaran kemana-mana, menyinggahi setiap sepasang mata yang kebetulan berselisih

Maka aku titipkan kemarahan ini

Hati mereka berbau busuk
Sebusuk bangkai anjing-anjing mereka yang telah mati
Diracuni teman bahkan sahabat-sahabat mereka
Saling mengobar fitnah tentang kami yang menompang sementara

Pintu digedor tanpa mengucapkan salam
Saat kami pergi entah kedunia mana

Mereka tenggelamkan keramahan dalam-dalam
Mereka bangkitkan kemarahan tinggi-tingi
Sehingga kami hanya mampu tuk menundukkan kepala
Seakan kesalahan terbesar telah dilakukan

Kami tak pernah minta izin tuk tinggal
Tak melapor dan memberikan laporan
Kami tak memilki identitas bersurat
Tak punya tanda dan penanda

Anjing
Kami tak diharapkan

Babi
Mereka hanya minta dihargai

Taik
Mereka hanya ingin dihormati

Pret
Ingin diketahui bahwa dubur mereka masih bernafas

Lorong, 06 Desember 2008

Warna-warni

Pada warna aku dihadapkan oleh pilihan
Oleh warna aku disesakkan dari sekian banyak pilihan
Maka kepada warna-warni aku menentukan pilihan
Hingga bertemu satu warna

Bangkinang, 20 November 2008